Makassar – Ujung Pandang – Makassar

Kota Makassar (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya; dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujungpandang atau Ujung Pandang) adalah sebuah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis Kota Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119°18’27,97″ 119°32’31,03″ Bujur Timur dan 5°00’30,18″ – 5°14’6,49″ Lintang Selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 0 – 25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20°C sampai dengan 32°C. memiliki areal seluas 175,77 kilometer persegi, Kota Makassar diapit dua buah sungai yaitu: Sungai Tallo yang bermuara disebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota. Dengan batas-batas sebagai berikut : sebelah barat dengan Selat Makassar, sebelah utara dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan, sebelah timur dengan Kabubupaten Maros dan sebelah selatan dengan Kabupaten Gowa

Jumlah penduduk sekitar  1.173.107 jiwa (keadaan Desember 2005).  Jumlah penduduk laki-laki 578.416 jiwa, jumlah penduduk perempuan 594.691 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk 6.525 jiwa/km2 , laju pertumbuhan penduduk  (tahun 2004 s/d 2005) 1,22 %, laju pertumbuhan ekonomi 1,22 %.

Masyarakat Kota Makassar terdiri dari beberapa etnis yang hidup berdampingan secara damai seperti Etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Toraja, etnis Mandar, dan lain-lain.

Makassar saat ini berusia 400 tahun (04 Desember 2007). Dalam sejarah lahirnya Kota Makassar disebutkan sebagai berikut :Tiga hari berturut-turut Baginda Raja Tallo ke-VI Mangkubumi Kerajaan Gowa, I Mallingkaang Daeng Mannyonri KaraEng Katangka yang merangkap Tuma’bicara Butta ri Gowa (lahir tahun 1573), bermimpi melihat cahaya bersinar yang muncul dari Tallo. Cahaya kemilau nan indah itu memancar keseluruh Butta Gowa lalu ke negeri sahabat lainnya. Bersamaan di malam ketiga itu, yakni malam Jum’at tanggal 9 Jumadil Awal 1014 H atau tanggal 22 September 1605 M. (Darwa rasyid MS., Peristiwa Tahun-tahun Bersejarah Sulawesi Selatan dari Abad ke XIV s/d XIX, hal.36), di bibir pantai Tallo merapat sebuah perahu kecil. Layarnya terbuat dari sorban, berkibar kencang. Nampak sesosok lelaki menambatkan perahunya lalu melakukan gerakan-gerakan aneh. Lelaki itu ternyata melakukan sholat. Cahaya yang terpancar dari tubuh Ielaki itu menjadikan pemandangan yang menggemparkan penduduk Tallo, yang sontak ramai membicarakannya hingga sampai ke telinga Baginda KaraEng Katangka.  Di pagi buta itu, Baginda bergegas ke pantai.  Tapi tiba-tiba lelaki itu sudah muncul ‘menghadang’ di gerbang istana.  Berjubah putih dengan sorban berwarna hijau. Wajahnya teduh. Seluruh tubuhnya memancarkan cahaya.

Lelaki itu menjabat tangan Baginda Raja yang tengah kaku lantaran takjub.  Digenggamnya tangan itu lalu menulis kalimat di telapak tangan Baginda “Perlihatkan tulisan ini pada lelaki yang sebentar lagi datang merapat di pantai,” perintah lelaki itu lalu menghilang begitu saja.  Baginda terperanjat. la meraba-raba matanya untuk memastikan ia tidak sedang bermimpi.  Dilihatnya telapak tangannya tulisan itu ternyata jelas adanya. Baginda KaraEng Katangka lalu bergegas ke pantai.  Betul saja, seorang lelaki tampak tengah menambat perahu, dan menyambut kedatangan beliau. Singkat cerita, Baginda menceritakan pengalamannya tadi dan menunjukkan tulisan di telapak tangannya pada lelaki itu. “Berbahagialah Baginda. Tulisan ini adalah dua kalimat syahadat,” kata lelaki itu. Adapun lelaki yang menuliskannya adalah Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassallam sendiri.  Baginda Nabi telah menampakkan diri di Negeri Baginda. Peristiwa ini dipercaya sebagai jejak sejarah asal-usul nama “Makassar”, yakni diambil dari nama “Akkasaraki Nabbiya”, artinya Nabi menampakkan diri. Adapun lelaki yang mendarat di pantai Tallo itu adalah Abdul Ma’mur Khatib Tunggal yang dikenal sebagai Dato’ ri Bandang, berasal dari Kota Tengah (Minangkabau, Sumatera Barat).  Baginda Raja Tallo I Mallingkaang Daeng Manyonri KaraEng Katangka setelah memeluk Agama Islam kemudian bergelar Sultan Abdullah Awaluddin Awawul Islam KaraEng Tallo Tumenanga ri Agamana.  Beliau adalah Raja pertama yang memeluk agama Islam di dataran Sulawesi Selatan.

Lebih jauh, penyusuran asal nama “Makassar” dapat ditinjau dari beberapa tiga segi, yaitu:

a.   Makna.

Untuk menjadi manusia sempurna perlu “Ampakasaraki”, yaitu menjelmakan (menjasmanikan) apa yang terkandung dalam bathin itu diwujudkan dengan perbuatan. “Mangkasarak” mewujudkan dirinya sebagai manusia sempurna dengan ajaran TAO atau TAU (ilmu keyakinan bathin). Bukan seperti yang dipahami sebagian orang bahwa “Mangkasarak” orang kasar yang mudah tersinggung. Sebenarnya orang yang mudah tersinggung itu adalah orang yang halus perasaannya. 

b.   Sejarah.

Sumber-sumber Portugis pada permulaan abad ke-16 telah mencatat nama “Makassar”. Abad ke-16 “Makassar” sudah menjadi ibu kota Kerajaan Gowa. Dan pada Abad itu pula, Makassar sebagai ibu kota sudah dikenal oleh bangsa asing. Bahkan dalam syair ke-14 Nagarakertagama karangan Prapanca (1365) nama Makassar telah tercantum.

c.   Bahasa.

Dari segi Etimologi (Daeng Ngewa, 1972:1-2), Makassar berasal dari kata “Mangkasarak” yang terdiri atas dua morfem ikat “mang” dan morfem bebas “kasarak”. Morfem ikat “mang” mengandung arti:  a). Memiliki sifat seperti yang terkandung dalam kata dasarnya. b). Menjadi atau menjelmakan diri seperti yang dinyatakan oleh kata dasarnya. ­Morfem bebas “kasarak” mengandung (arti: (a. Terang, nyata, jelas, tegas. b). Nampak dari penjelasan. c). Besar (lawan kecil atau halus). Jadi, kata “Mangkasarak”  Mengandung arti memiliki sifat besar (mulia) dan berterus terang (jujur). Sebagai nama, orang yang memiliki sifat atau karakter “Mangkasarak” berarti orang tersebut besar (mulia), berterus terang (jujur). Sebagaimana di bibir begitu pula di hati.

John A.F. Schut dalam buku “De Volken van Nederlandsch lndie” jilid I yang bertajuk : De Makassaren en Boegineezen, menyatakan: “Angkuh bagaikan gunung-gunungnya, megah bagaikan alamnya, yang sungai­-sungainya di daerah-daerah nan tinggi mengalir cepat, garang tak tertundukkan, terutama pada musim hujan; air-air terjun tertumpah mendidih, membusa, bergelora, kerap menyala hingga amarah yang tak memandang apa-apa dan siapa-siapa. Tetapi sebagaimana juga sungai, gunung nan garang berakhir tenang semakin ia mendekati pantai. Demikian pulalah orang Bugis dan Makassar, dalam ketenangan dapat menerima apa yang baik dan indah”.

Dalam ungkapan “Akkana Mangkasarak”, maksudnya berkata terus terang, meski pahit, dengan penuh keberanian dan rasa tanggung jawab. Dengan kata “Mangkasarak”  ini dapatlah dikenal bahwa kalau dia diperlakukan baik, ia lebih baik. Kalau diperlakukan dengan halus, dia lebih halus, dan kalau dia dihormati, maka dia akan lebih hormat.

(Digali dari berbagai sumber)

About tettaisla

orang biasa yang mencoba bergaul dengan orang-orang yang biasa melahirkan karya-karya luar biasa
This entry was posted in Tours & Travel. Bookmark the permalink.

11 Responses to Makassar – Ujung Pandang – Makassar

  1. muhammad saleh mude says:

    halo karaeng,

    terima kasih, saya sangat terbantu data dari website ini. saya lagi susun proposal ttg kekerasan dan fenomena tawuran mahasiswa makassar, yang akhir-2 ini sering terjadi. semoga proposal saya diterima oleh calon sponsor cappo.

    salamaki,
    wass. salehmude, tau sidrap.

  2. karengisla says:

    sama-sama daeng, semoga proposalnya diterima dan juga
    semoga orang-orang yang hobby tawuran jadi sadar setelah membaca hasil penelitianta……. wassalam

  3. muh armad says:

    loe makasih ya ummmah

  4. Ginanjar prasetyo says:

    AKU CINTA MAKASAR KOTA KELAHIRANKU

  5. Bambang Yulianto says:

    Makassar, kota yang berpotensi menjadi sangat indah di masa datang.

  6. sYaMsy says:

    asssalamu alaikum..

    tolong dalam bentuk bahasa inggrisnya doNk….

    thanK beFore ^_^

  7. SUTARTO BINTANG, SIP says:

    SAYA KANGEN SAMA MAKSAAR KARENA AKU PERNAH BELAJAR DAN HIDUP DI SANA.

  8. SUTARTO BINTANG, SIP says:

    SAYA KANGEN SAMA MAKASAR, KARENA AKU PERNAN BELAJAR DI SANA.

  9. SUTARTO BINTANG, SIP says:

    SALAM KEPADA TEMAN TEMAN AKU, ALUMNI STM YPLP PGRI BALANG BODDONG TAHUN 1993, DAN TEMAN2 YANG TERGABUNG DALAM IPPI (IKATAN PENGAJIAN PELAJAR ISLAM) STM, SMA, SMEA YPLP PGRI BALANG BODDONG.

  10. sejarahbudaya says:

    Sayang, nda dijelaskan, latar perubahan dari Makassar ke Ujung Pandang kemudian ke Makassar lagi.

  11. hasrul says:

    ujung pandang

Leave a reply to Ginanjar prasetyo Cancel reply